YAMEKAABII NEWS, Rakyat Dogiyai kini masih membutuhkan seorang konseptor. Seorang pemimpin sejati yang selalu dapat merefleksikan, memikir-mikirkan, merancang dan merumuskan secara sistematis dan kritis tentang konsep pembangunan Dogiyai yang layak dipandang indah guna terciptanya kesejahteraan dan keselamatan bersama.
Sebagai
seorang konseptor, ia sudah tentunya menggunakan jalan kebudayaan suku Mee
dalam upaya merefleksikan, menemukan dan merumuskan serta meletakan ideology
pembangunan yang berbasis budaya secara terstruktur. Itu artinya setelah
dipilih dan dipercayakan sebagai seorang pemimpin sejati untuk Dogiyai, ia
sudah sesungguhnya dapat menggunakan kerangka berpikir/ cara pandang orang suku
Mee yang telah lahir dan berada dalam budayanya.
Dikatakan
demikian karena hanya melalui penggunaan cara pandang ini, seorang konseptor
bisa merumuskan dan merancang konsep pembangunan yang berbasis budaya,
kontekstual dan teramat kuat.
Konsep
ini juga bisa dijabarkan dalam agenda pembangunan yang berbentuk konkret baik
secara tertulis, lisan maupun secara tindakan hidup nyata dalam membangun
Dogiyai bahagia, sejahtera.
Setelah
melewati jalan kebudayaan ini, visi-misi pemimpin sejati bersama dengan setiap
pemangku kepentingan sudah harus memang dilaksanakan pula dalam wujud
program-program nyata, yang punya target yang jelas dan strategis yang jitu
serta membawa keuntungan seutuhnay bagi rakyat Dogiyai.
Kesemua
unsur mendasar ini boleh akan menjadi agenda bersama dalam kadar pemahaman yang
paling substansial hanya jika seorang konseptor ini menggunakan kerangka
berpikir orang suku Mee di Dogiyai. Oleh karena itu, cara pandang yang konkret,
kontekstual dan bersasaran inilah yang tidak boleh dibatalkan dalam keseluruhan
perjuangan ideology Hidup Dogiyai selama lima tahun ke depan.
Kebutuhan
seorang konseptor bagi Dogiyai merupakan perjuangan seumur hidup dalam
mengaktualisasikan Dogiyai bahagia dan sejahtera. Kita patut mengakui bahwa
setiap rakyat, intelektual dan tokoh agama telah tetap saja berbicara tentang
harus perlu beradanya seorang konseptor bagi Dogiyai.
Hal
ini telah dipertegas dalam motto Dogiyai Dou Enaa (Dogiyai Indah Dipandang).
Sejatinya, motto ini sudah tentunya memanggil kita untuk mencari, membentuk,
memilih dan mendapatkan seorang konseptor guna menciptakan kesejahteraan dan
kebahagiaan Dogiyai. Maka tanpa perlu saya menyebutkan siapa nama seorang
konseptor itu, saya biasa melihat beliau (konseptor).
Ia
sedang berada di antara rakyat Dogiyai meskipun saat ini mungkin saja belum
ditemukan sebagian orang karena dipengaruhi oleh berbagai alasan politik yang
tidak masuk akal dan tidak sehat. Ia telah menjadi milik dari dan berada
bersama HIDUP rakyat dalam sejarah.
Ia
telah akan berada untuk menyelamatkan dan membahagiakan HIDUP Dogiyai. Seorang
konseptor ini sudah memang menyatakan komitmen dirinya dengan kata “Ya” atas
panggilan Luhur. Jadi kita patut bergembira jika ada satu di antara kita telah
memang dipanggil untuk tetap menjadi pemikir, perancang dan penggagas serta
penyerap terhadap pikiran-pikiran, aspirasi-aspirasi rakyat yang tidak
didengarkan, kearifan local dan potensi masyarakat serta terhadap perjuangan
keadilan, kebenaran Papua, Proteksi orang asli Papua di Dogiyai, pertahanan
kepemilikan tanah adat suku Mee, bagaimana rakyat dan generasi muda ini bisa
berada dan HIDUP dalam komunitas secara damai dan terhadap apa dan bagaimana
terciptanya kesejahteraan bersama. Inilah esensi pembangunan Dogiyai.
Untuk
lebih memahami kenap kita masih teramat membutuhkan seorang konseptor untuk
Dogiyai sekarang, saya pikir, kita perlu punya sejumlah alasan mendasar.
Alasan-alasana mendasar ini mesti dipahami, dianalisis dan dirumuskan secara
mendalam agar dapat menjadi modal utama dalam menantikan Bupati Dogiyai yang
konseptor (punya konsep). Menurut saya ada dua alasan mendasar dari sejumlah
masalah yang dihadapi rakyat Dogiyai.
Dogiyai
Tanah Berdarah
Keberadaan
alam Dogiyai secara umum merupakan tanah berdarah. Tanah Dogiyai yang selalu
berlumuran darah ini adalah alasan utama yang mendasari kebutuhan akan
kehadiran seorang konseptor untuk Dogiyai.
Secara
geografis, Dogiyai telah menduduki daerah yang paling istimewa di bagian timur
wilayah pegunungan tengah Papua meskipun dalam tataran pelayanan
pemerintahannya masih belum diperlihara dan kembangkan secara baik sesuai
harapan rakyat pribumi.
Kabupaten
Dogiyai yang dimekarkan oleh pemerintah sejak 2008 itu, dibangun dalam keadaan
yang hancuran-hancuran dan pro kontra antara warga dan pemerintah dan sekaligus
pemerintah dengan pemerintah. Hal ini telah dapat dinyatakan dengan realisasi
kebijakan pembangunan yang tidak manusiawi terhadap keberadaan alam Leluhur.
Tanah-tanah
adat, sakral dan tanah sejarah serta tanah Dogiyai yang memang dipandang
sebagai mama, tanah yang dimiliki sebagai warisan dan tanah milik masyarakat
adat hanya selalu digusur bahkan diserahkan kepada pemerintah tanpa dialog
damai seturut hukum adat.
Ada
banyak fenomena terkait realitas masalah tanah yang semakin parah bagi rakyat
Dogiyai. Adanya perebutan tanah adat dan milik komunitas Mee di Dogiyai di
ibukota Moanemani oleh pemerintah, TNI-Polri dan bersama pedagang pendatang
merupakan realitas masalah yang tidak dapat dipungkiri. Tempat di mana hadirnya
ibu kota kabupaten Dogiyai ini sebenarnya tanah adat dan tanah milik komunitas
Mee. Bahkan ini tanah sejarah bagi orang Mee. Orang Mee menurut sejarahnya
telah biasa berkebun di sana.
Mereka
beternak, berburu, berpesta di sana. Di sana itu, menurut sejarah, sentralisasi
keberadaan orang Mee dan awal persebarannya. Semuanya serba berada dan lengkap
bagaikan surga dunia. Tapi kemudian mereka sudah harus digusur, diasingkan dan
digolongkan sebagai manusia buangan karena adanya proses pembangunan daerah
yang tidak berpihak pada orang asli Papua dan didominasi oleh budaya malpraktek
dari luar di Dogiyai.
Tidak
hanya itu saja, daerah Degeidimi, yang terletakan antara Bomomani dan Kamuu
juga merupakan tanah berdarah yang melahirkan kutukan dan masalah yang tidak
pendek bagi rakyat Dogiyai. Tanah Degeidimii ini telah digusur dan dihancurkan
oleh pemerintah melalui insfrastruktur yang mengadung realitas kematian.
Pemerintah
Dogiyai dengan adanya proses kebijakan yang tidak manusiawi, telah menjadikan
tanah Degeidimi sebagai tanah kantor bupati Dogiyai. Segala potensi alam baik
yang kelihatan maupun tidak kelihatan telah dimusnakan, digusur dan dihancurkan
oleh pemerintah ketika ada kebijakan pembangunan kantor bupati itu. Seperti
udara, air, tanah, kayu, rotan dan batu serta pasir yang sudah diambil-ambil
tanpa pemberitahuan pemilik tanah adat itu.
Padahal
menurut sejarahnya, gunung Degeidimi merupakan tanah sejarah, tanah sakral dan
tanah Leluhur yang mendasari keberadaan orang suku Mee. Lebih-lebih, tanah
warisan pandangan dan ideology HIDUP orang Mee di sana. Degeidimi adalah bukan
sekedar tanah adat saja, tetap lebih mengartikan pada ideologi HIDUP, yang
menurut budayanya dialami sebagai mama yang melahirkan harapan HIDUP bagi orang
suku Mee. Tanah Degeidimii adalah pusat dan jantung intelektualitas, moralitas
dan spiritualitas HIDUP dan KEHIDUPAN orang Mee dan alam Leluhurnya. Tetapi
Degeidimi yang demikian baik dan kudus adanya ini telah hilang sekejap sejak
hadirnya kantor Bupati itu.
Agak ke bawah lagi, tanah Egaidimi pun telah dihadapkan dengan penyakit pembangunan yang sama. Meskipun tanah Egaidimi dimiliki sebagai tanah misteri HIDUP dan KEHIDUPAN, segala potensi alam dan semua jenis ekosistemnya telah dikuras dan dirampas habis total karena alasan pembangunan daerah.
Anehnya,
pemerintah biasanya memilih jalan kekerasan militer jika setelah rakyat memita
dialog lebih lanjut tentang alasan pembangunan tersebut. Terkesan, pemerintah
masih belum paham tentang esensi pembangunan tersebut, meskipun suka bersilat
dengan kata “pembangunan”.
Menurut
rakyat, pemerintah dengan dasar alasan pembanguanan telah masih mengubah tempat
bekas kaki Tuhan menjadi tempat pijakan kaki pemerintah dan pembangunan
insfrastruktur. Kedudukan Tuhan yang sudah seharusnya diharagai, dicintai,
dibenarkan dan dimuliakan sebagai Tuhan adanya, hanya selalu dilawan dengan
menempatkan kedudukan pemerintah dan pembangunan di sana.
Menurut
ajaran Leluhur Mee, Allah itu telah berada dipihaknya sendiri, sejauh manusia
terutama pemerintah dengan kebijakannnya itu didorong oleh hawa nafus,
keinginan daging dan tindakan yang tidak manusiawi serta kepentingan nasional
yang tidak merakyat untuk selalu mengusahakan diri anda (pemerintah) menjadi
yang terdepan.
Segala
cara dan tindakan, apapun bentuk dan wujudnya, yang digunakan pemerintah untuk
menempati posisi lebih tinggi tanpa pengakuan dan kemuliaan akan martabat
sesama, alam dan kedaulatan martabat Tuhan, kamu bukan seorang pelayan sejati.
Kamu (pemerintah) bukan utusan Tuhan, meskipun selama ini mewartakan dirinya
sebagai wakil Tuhan.
Karena
itu, tidaklah salah hanya jika kita mengatakan, pemerintah sudah sebenarnya
musuh manusia, alam dan Tuhan guna pemenuhan kepuasaan diri dan kepenitingan
sesaat bagi kelompok kuat tertentu di dunia, sejauh kamu tidak mau berpihak
kepada yang lemah, minoritas dan tanah Leluhur.
Tidak Adanya Keselamatan Manusia dan Alam
Secara
umum, rakyat Dogiyai adalah masyarakat heterogen dan homogeny. Awalnya rakyat
Dogiyai memiliki satu komunitas dan banyak tetapi merekan menjadi minoritas dan
lemah di negerinya sendiri. Kebijakan pembangunan yang tidak berbasis budaya
justru mempermudah kematian orang Mee di Dogiyai.
Melalui
adanya proses kebijakan pembangunan yang menyingkirkan dan mengasingkan rakyat,
agenda kematian orang asli Dogiyai telah semakin meningkat dalam tiga jalan
utama. Jalan pertama adalah adanya kematian anak dan bayi yang paling tinggi
bagi warga Dogiyai.
Dalam
agenda ini, pemerintah melalui pelayanan medis yang tidak prima sudah biasa
menghancurkan janin, kandungan setiap wanita asli Dogiyai yang sempat operasi
di rumah sakit Moanemani dan Nabire. Ini banyak terjadi dan kita saksikan
sendiri di rumah sakit umum yang ada.
Kedua,
jalan kematian pemuda, remaja dan para dewasa. Orang muda Dogiyai biasa mati
banyak dan dibunuh secara sengaja oleh TNI/Polri denga senjata tajam. Mereka
ini juga tidak biasanya dilibatkan sebagai pelaku pembangunan Dogiyai, meskipun
di dalam dirinya kaya dengan potensi dan kempuan intelektual alami.
Ketiga,
orang Dogiyai dewasa dan usia lanjut telah banyak yang mati tanpa dialog,
perhatian serius dari pemerintah. Mereka ini telah tidak akan menyelamatkan
dirinya sendiri.
Bagaimana
rakyat ini mau dapat selamat sementara pada saat yang sama pemerintah menindas,
menjajah dan membunuh rakyatnya sendiri dengan adanya berbagai laporan, alasan
dan berbagai proses kebijakan yang tidak bermoral dan berbudaya. Jadi,
pemerintah memang sudah gagal menyelamatkan rakyat dan alam Dogiyai dalam
berbagai aspek. Oleh karena itu, saya pikir, rakyat dan alam Dogiyai sudah
masih membutuhkan seorang konseptor, yang daripadanya dalam terang Tuhan, Sang
Pembebas sejati dapat menyelamatkan mereka dan tanah Leluhurnya.
Meskipun
pemerintah daerah bersama rakyatnya telah melaksanakan agenda demokrasi
serentak pada 15 Februari 2017 di Dogiyai, kita masih menunggu siapa yang layak
akan dilantik sebagai bupati Dogiyai secara sejati demi menciptakan
kesejahteraan, kebahagiaan dan perdamaian universal. Selamat menantikan sang
konseptor sejati!
Penulis
adalah Mahasiswa pada STFT “Fajar Timur” Abepura-Jayapura