YAMEKAABII NEWS, Tanah sebagai sumber kelangsungan hidup masyarakat adat di dalam satu suku, sub suku, klen atau marga secara kolektif. Artinya, masyarakat tidak bisa melangsungkan kehidupan tanpa tanah sehingga, masyarakat adat di Papua sering menyebut tanah sebagai mama.
Kini, masyarakat adat terancam akan kehilangan tanah dan atau kehilangan sumber kelangsungan hidup. Ada dua aktor utama yang merampas tanah adat yaitu, pemerintah dan pengusaha atau investor. Pemerintah akan datang dengan narasi demi pembangunan daerah atau pembangunan nasional sementara, investor atau pengusaha akan datang dengan narasi demi investasi dan kemajuan ekonomi rakyat, daerah dan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU. Omnibus Law, UU. Otsus Baru, UU. Pemekaran dan baru saja mengesahkan KUHP yang baru dan peraturan turunannya. Beberapa peraturan perundang-undangan ini, di tetapkan demi kepentingan pengusaha atau investor yang mengancam kelas tertindas mulai dari kaum buruh, tani, mahasiswa, perempuan, kaum miskin kota termasuk masyarakat adat.
Belum lamah ini, setelah pemekaran provinsi baru, tanah berhektar-hektar di rampas dengan berbagai cara hingga melahirkan konflik horizontal hanya demi pembangunan kantor gubernur dan kantor-kantor lainnya yang berhubungan dengan birokrasi pemerintahan, belum lagi pembangunan Kodam, Polda, Mako Brimob dan institusi lainnya dan selain itu, perusahaan-perusahaan di berbagai sektor mulai dari pertambangan, perkebunan dan lainnya dari skala yang kecil hingga skala multi nasional. Berapa hektar tanah yang akan di ambil alih oleh pemerintah dan pengusaha ?
Sekali lagi, masyarakat adat bisa hidup tanpa uang, tetapi tidak bisa hidup tanpa tanah!
Mari duduk di Honai, bikin api, bakar rokok dan baku kas tau...
#JagaTanah
Sumber : Masyarakat Adat