Lima uskup agung Gereja Anglikan
Oseania bertemu di Tweed Heads, Australia, pada 6 Maret 2017 (Foto: Abp Philip
Freier)
TWEED HEADS, AUSTRALIA, YAMEKAABII NEWS- Lima uskup agung Gereja Anglikan di Oseania atau Samudera Pasifik bertemu di
Tweed Heads, Australia awal pekan ini. Dalam pertemuan itu, mereka antara lain
mendengarkan paparan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang oleh
mereka disebut 'mengerikan', yang disampaikan oleh Uskup Agung Gereja
Anglikan Papua Nugini, Clyde Igara.
Lima uskup agung tersebut adalah
Philip Freier dari the Anglican Church of Australia, Clyde Igara dari the
Anglican Church of Papua New Guinea, Winston Halapua dari the Anglican Church
in Aotearoa, New Zealand and Polynesia, Philip Richardson dari the Anglican
Church in Aotearoa, New Zealand and Polynesia, dan George Takeli Anglican
Church of Melanesia.
Seusai pertemuan mereka menerbitkan pernyataan bersama yang menyinggung
sejumlah topik yang dibicarakan dalam pertemuan, antara lain masalah perubahan
iklim dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua.
"Kami mendengar cerita mengerikan
dari pelanggaran HAM di Papua (Barat), yang dengan pedih difokuskan kepada kami
oleh Uskup Agung Clyde Igara, yang mengatakan: 'Saya orang Papua (Barat). Saya
Papua'- suatu kesewenang-wenangan batas-batas negara dan keadaan historis yang
telah melingkupi mereka," demikian bunyi salah satu paragraf pernyataan
bersama, dan satu-satunya paragraf yang menyinggung tentang Papua, narasi
sepanjang 14 paragraf itu.
Pernyataan ini menggemakan apa yang
sebelumnya sudah sering diungkapkan oleh Clyde Igara, yang dikenal vokal
menyuarakan isu-isu Papua. Tahun lalu dalam sebuah pertemuan para uskup Gereja Anglikan Papua Nugini,
terbit juga pernyataan bersama yang mengungkapkan keprihatinan atas situasi di
Papua.
Dikatakan ketika itu bahwa Gereja
Anglikan PNG telah "berbicara untuk mendukung saudara dan saudari
Melanesia kami dari Papua (Barat)."
"Konstitusi Gereja Anglikan PNG
mengakui martabat kehidupan manusia dan harus menghormatinya," kata dia, seperti
diberitakan oleh anglicannews.org, Kamis (30/6).
Situs resmi Gereja Anglikan Papua
Nugini itu mencatat meningkatnya tensi di Indonesia, yang telah menarik
perhatian gereja-gereja.
Gereja Anglikan Papua Nugini juga
mengamati semakin berkembangnya seruan penentuan nasib sendiri dalam berbagai
aksi unjuk rasa. Pada beberapa waktu terakhir, mereka mencatat ribuan pengunjuk
rasa ditangkap polisi karena aksi mereka.
"Kami berdiri dalam solidaritas
dengan rakyat Papua," demikian pernyataan Gereja Anglikan Papua Nugini
tahun lalu.
Kendati pernyataan bersama lima uskup
Anglikan Pasifik ini mengangkat isu Papua, perlu dicatat itu bukan isu
satu-satunya dalam pernyataan bersama. Bahkan tampaknya bukan isu utama dalam
pernyataan bersama para uskup agung Pasifik tersebut. Isu-isu lain yang juga
ditekankan pada pernyataan bersama tersebut adalah mengenai masalah perubahan
iklim, pendidikan dan pengembangan kepemimpinan serta pekerja musiman dan
pekerja pelintas perbatasan.
"Kami sepakat bahwa secara
keseluruhan bangsa Pasifik kehilangan pulau-pulau tempat tinggal mereka, aksi
dan advokasi dan tindakan keadilan iklim harus menjadi prioritas yang paling
mendesak untuk Anglikan Pasifik," demikian pernyataan seusai pertemuan
pada 6 Maret lalu.
Di bidang pendidikan, "Kami
berkomitmen untuk memperluas kemitraan kami di pendidikan teologi dan
pengembangan kepemimpinan dan mendorong hubungan antara sekolah Anglikan dan
lembaga pembangunan dan kesejahteraan."
Sedangkan mengenai pekerja musiman dan
pekerja pelintas batas, dikatakan, "Kami membahas tantangan pekerja
musiman dan tenaga kerja antarprovinsi kami dan bagaimana kami bisa
merespon baik secara pastoral dan politik.
Pernyataan bersama tersebut juga
mengungkapkan keprihatinan atas bangkitnya retorika nasionalisme, ejekan-ejekan
dan kebencian yang demikian umum.
"Dalam iklim di mana 'aku dulu'
atau 'kami yang pertama' mendominasi, kami menegaskan: "Kita
bersama-sama," lanjut pernyataan bersama lima uskup agung gereja-gereja
Anglikan Pasifik.
"Kita akan dinilai oleh kegagalan
kita untuk mendukung bagian terlemah dari kita. Kita merayakan bahwa apa yang
dipandang dunia sebagai kelemahan adalah kekuatan sebenarnya, apa menurut
dunia sebagai kebodohan, adalah hikmat. Kita bersukacita oleh buah-buah Roh
dalam melihat satu sama lain, dan kita bersyukur atas kesetiaan leluhur kita
yang menabur benih-benih Injil di tanah kita," demikian bagian lain
pernyataan tersebut.
Sebagai catatan, menurut Wikipedia,
Oseania (Oceania) adalah istilah yang mengacu kepada suatu wilayah geografis atau
geopolitis yang terdiri dari sejumlah kepulauan yang terletak di Samudra
Pasifik dan sekitarnya.
Dalam artian sempit Oseania meliputi
Polinesia (termasuk Selandia Baru), Melanesia (termasuk dari Maluku sampai
Nugini) dan Mikronesia. Sedangkan dalam artian luas Oseania juga meliputi
Australia dan Indonesia bagian timur; namun terkadang Jepang dan Kepulauan
Aleut dianggap masuk dalam kelompok Oseania.
Sebagian besar wilayah Oseania terdiri
dari negara-negara kepulauan yang kecil. Australia adalah satu-satunya negara
kontinental, sedangkan Papua Nugini dan Timor Leste adalah negara yang memiliki
perbatasan darat, di mana keduanya berbatasan dengan Indonesia.
Sumber : satuharapan.com